Pesawat ini seharga USD 89,6 juta atau Rp847 miliar. Diproduksi Boeing Company sejak 2011.
Rentang sayap 35,79 meter, tinggi 12,50 meter, dan panjang 38 meter. Pesawat ini dipasangi 2 engine CFM 56-7.
BBJ2 mampu terbang dengan ketinggian maksimal 41.000 feet selama 10 jam, dengan jelajah maksimum 0,785 mach dan kecepatan maksimum 0,85 mach.
Di dalamnya, ada 4 VVIP class meeting room, 2 VVIP class state room, 12 executive area, dan 44 staff area. Interior pesawat dirancang untuk dapat mengakomodasi hingga 67 orang penumpang.
Pesawat yang baru tiba 10 April 2014 adalah pesawat resmi Kepresidenan Republik Indonesia.
Pesawat yang saat pembeliannya menghebohkan rakyat, dan diprotes habis-habisan oleh kalangan politisi dan pengusaha, kini akan diwariskan ke tangan Jokowi.
Ketua DPP PDI P Maruarar Sirait berteriak keras agar pesawat kepresiden nan mewah itu segera dijual!
"Dijual?! Wong saya saja belum pernah naiki kok sudah dijual?", tutur Jokowi polos, Selasa 2 September 2014.
JK pun sependapat dengan Jokowi. Pesawat jangan dijual.
"Iya (jangan dijual), bagaimana pun negara-negara besar harus dikunjungi, bukan berarti kalau dijual tidak ada ongkos lagi, justru ongkosnya akan lebih besar lagi," kata JK di Jakarta, Rabu 3 September 2014.
Menurut JK, Jokowi bakal mengunjungi sejumlah tempat untuk blusukan. Jika Jokowi naik pesawat sewaan, anggaran tersebut bisa membengkak.
"Apalagi kalau Pak Jokowi nanti blusukan, kalau sewa pesawat lebih. mahal lagi", imbuh JK.
Sewa pesawat memang mahal. Sebagai contoh, rombongan Wapres Boediono dalam sebuah perjalanan dinas ke London selama 3 hari, pernah berniat menyewa pesawat khusus kepresidenan milik PT Garuda Indonesia, namun setelah dihitung-hitung selisih biayanya, rombongan membatalkan menyewa dan memilih naik pesawat komersial regular.
"Selisihnya cukup besar setelah kita hitung-hitung dan wapres memilih menggunakan pesawat komersial," kata Yopie, Sabtu, 2 November 2013 lalu.
Sewa pesawat kepresidenan Garuda ke London selama 3 hari, kira-kira Rp13,5miliar. Sementara jika menggunakan pesawat komersial biasa, hanya Rp3,5miliar. Dengan kata lain, bisa berhemat Rp10 miliar.
Memiliki pesawat kepresidenan sendiri tak serta merta sama dengan penghematan biaya.
Menurut kementerian keuangan, biaya paket pengadaan suku cadang pesawat, sebesar Rp 16,6 miliar.
Sementara biaya pemeliharaan kebersihan Hanggar Kepresidenan Skuadron Udara 45 dan VVIP Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur, mencapai
Rp 1,33 miliar. Kedua biaya tersebut diambil dari APBN tahun 2013.
Belum lagi biaya tambahan seperi gaji cockpit crew dan cabin crew, biaya parkir pesawat saat singgah ke luar negeri.
Singkatnya, memiliki pesawat kepresidenan justru membutuhkan biaya besar.
Hal inilah yang menyebabkan Ketua DPP PDI P Maruarar Sirait bersuara lantang, Senin 1 September lalu.
"Efisiensi, rakyat juga harus lihat seperti pengurangan anggaran perjalanan dinas. Ke depan saya usulkan pesawat presiden dijual saja, ini untuk efisien. Pemimpin tidak sederhana bagaimana orang bisa sederhana," ujar Maruarar Sirait.
Sebuah pandangan lain datang dari Wakil Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo.
Adnan mengatakan, memiliki pesawat kepresidenan, sah-sah saja. Namun harus diperhatikan betul perawatannya.
".. harus benar-benar dirawat, sehingga nanti presiden berikutnya tidak minta ganti pesawat lagi," kata Adnan ketika itu.
Jika Jokowi konsisten dengan kesetiaan dan komitmennya sebagai pengemban amanat wong cilik, tentu harus berhitung ketat dan berhemat. Apakah Jokowi akan mempertahankan pesawat kepresidenan nan mewah, atau akan menggantinya dengan bajaj kepresidenan? Mari kita lihat saja.. (fs)