FITRA menilai kurang tepat bahwa pemerasan yang dilakukan Jero Wacik dikarenakan minimnya gaji yang diterimanya selaku menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM).
Gaji menteri ESDM sudah cukup besar. Oleh karena itu FITRA berpendapat kurang tepat jika korupsi yang dilakukan politikus Partai Demokrat itu karena gaji yang kecil.
Gaji menteri itu sudah besar, dan negara sudah terlalu mahal untuk membayar bukan hanya gaji menteri, tapi ada yang nama tunjangan operasional sebesar Rp1,2 miliar, atau per bulan akan mendapat Rp100 juta, dan per hari akan belanja Rp3,3 juta," kata Koordinator FITRA Uchok Sky Kadafi, Minggu 7 September 2014.
"Operasional kantor dan pimpinan sebesar Rp1,5 miliar, operasional perkantoran dan pimpinan sebesar Rp3, 6 miliar, dan pengadaan sarana dan prasarana pimpinan Rp150 juta," terang Ucok.
Data yang dimiliki FITRA, tunjangan menteri dari berbagai penjuru. Semata-mata untuk mempermudah seorang menteri untuk menjalankan tugas-tugasnya, antara lain penerimaan pengadaan kelengkapan ruang kerja menteri Rp240 juta, biaya tol ke Bandara Soekarno-Hatta dan Halim Perdanakusuma Rp15 juta. Bahkan untuk perjalanan angkut barang negara telah menjamin dengan memberikan anggaran senilai Rp78 juta.
"Operasional penerimaan tamu menteri Rp960 juta, pendukung operasional menteri Rp960 juta, dana operasinal fasilitas pimpinan Rp3, 6 miliar dan dana operasional kunjungan kerja menteri Rp5 miliar," terang Uchok.
Dengan begitu sangat tidak masuk apabila gaji menteri itu kurang yang menyebabkan tidakan untuk melakukan pemerasan. Sebab, bila gaji dan tunjangan menteri diakumulasikan, maka nilainya cukup besar. Tandas Uchok.
Sebelumnya, anggota DPR Komisi VII Fraksi PDIP Dewi Aryani menilai pemeresan yang dilakukan Jero Wacik di Kementerian ESDM dikarenakan gaji yang diterima masih kurang dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. (fs)