Sebagai Presiden terpilih (walau dengan catatan) seharusnya Jokowi bisa dihargai atau dihormati oleh rakyat atau juga oleh politisi dan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Hal ini untuk menjaga kewibawaan Jokowi sebagai pemimpin, karena kalau pemimpin sudah tidak di hormati lagi, maka itu bukan pemimpin namanya.
Ada yang menilai bahwa pernyataan Maruarar Sirait, Ketua DPP PDIP, terkait wacana penjualan pesawat kepresidenan, sangat tidak menghormati presiden terpilih Joko Widodo alias Jokowi. Pernyataan kritis tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif POINT Indonesia, Karel Susetyo.
Menurut dia, penjualan pesawat kepresidenan menyentuh areal harkat martabat presiden terpilih. Karena, pesawat itu memang secara khusus dibeli untuk menjaga harkat martabat presiden bangsa Indonesia di hadapan mata dunia internasional.
“Tidak banyak presiden yang punya pesawat kepresidenannya sendiri. Pernyataan Ara (sapaan Maruarar) tidak menunjukkan sikap penghormatan terhadap Jokowi sebagai presiden terpilih,” kata Karel seperti dikutip dari INILAHCOM, (6/9/2014).
Ia melanjutkan, selain dari sisi kepraktisan, presiden Jokowi yang hobi blusukan dapat dengan mudah terbang kemana saja secara cepat.
“Sayangnya Ara tak sensitif akan hal tersebut. Salah omong bisa mempersulit situasi Jokowi yang populis,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan Maruarar Sirait meminta presiden terpilih Jokowi menjual pesawat kepresidenan. Jokowi dianggap pemimpin sederhana, sementara pesawat kepresidenan dinilai tidak mencerminkan kesederhanaan itu.
“Itu saya tanya (pesawat kepresidenan), apa sih pentingnya? Apa lebih murah? Buat kebanggaan atau buat apa?,” ujar Ara.
Ia menjelaskan, harus ada perhitungan perbandingan terlebih dahulu untuk hal itu. Misalnya, berapa biaya operasional pesawat kepresidenan, dibandingkan kalau naik Garuda seperti yang selama ini dilakukan.
Pesawat kepresidenan yang dipakai adalah Boeing 737-800 berjenis Boeing Business Jet 2 (BBJ2). Pesawat ini seharga USD 89,6 juta atau Rp847 miliar. Diproduksi Boeing Company sejak 2011. Rentang sayap 35,79 meter, tinggi 12,50 meter, dan panjang 38 meter. Pesawat yang termasuk canggih ini dipasangi dengan dua engine CFM 56-7.
Pesawat sudah dipesan lama, dan baru bisa digunakan di akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pesawat kepresidenan tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta pada 10 April 2014.
Di tempat terpisah, peneliti senior dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, presiden terpilih Jokowi diminta tetap fokus kepada pembentukan kabinet, ketimbang menanggapi wacana penjualan pesawat kepresidenan.
Ia menilai, persiapan dan fokus pemerintahan baru lebih ke persiapan program-program yang akan menjadi kebijakannya dan pembentukan kabinet. “Karena dua hal itulah yang sedang ditunggu-tunggu rakyat, buka menyoal peswat presiden,” ujarnya. (ad/silontong/inilah)