(Praktisi Survei)
Sebagai pelaku survey yang sudah melakukan survey bertahun-tahun, apa yang terjadi dengan hasil quick count yang berbeda-beda tersebut bisa dipahami sebagai hal yang biasa saja. Hasil survey itu hanya prediksi, bukan hasil mutlak, maka hasil quik count tersebut tidak bisa diklaim sebagai hasil final yang menentukan kemenangan salah satu pihak. Data survey yang bagus adalah data yang diambil dengan metode yang tepat, diambil dari sumber yang benar dan dilakukan oleh pengambil data yang terpercaya dan dianalisis dengan metode yang benar pula.
Sample yang digunakan para lembaga survey lebih kurang 2000an lebih dan itu tersebar dititik-titik yang sangat beragam di seluruh Indonesia, ini artinya resources yang digunakan untuk mengambil data tersebut di lapangan sangat banyak, dengan demikian tidak ada satu lembagapun yang punya SDM sebanyak itu, maksud saya SDM yang benar-benar dipercaya 100% data yang mereka hasilkan adalah valid 100%.
SDM yang direkrut oleh lembaga survey itu adalah orang yang biasa saja, yang biasanya tidak bekerja pada satu lembaga survey saja tetapi bisa tergabung dalam beberapa lembaga survey.
Sebagai contoh di Jakarta. Di Jakarta lembaga survey sangat banyak, tetapi yang menjadi tim survey dilapangan orang-orang itu juga, kalo tidak percaya boleh dicek sendiri dilapangan.
Maka itu data yang dihasilkan sepatutnya kita kritisi karena belum tentu benar, apalagi kalo saya lihat dari kegiatan quick coun ini, waktu pengumpulan datanya sangat singkat. Pencoblosan dilakukan dari jam 7 sampai jam 13.00, dan setelah itu dilakukan penghitungan di TPS. Nah data hasil penghitungan di TPS itulah yang disampaikan oleh para pengambil data dilapangan melalui sms ke pusat pengumpulan data di pusat. Karena singkatnya waktu antara penghitungan dengan hasil yang didapatkan oleh lembaga survey, karena saya perhatikan menjelang jam 13.00 sudah ada data yang masuk, maka saya berani pastikan data tersbut tidak pernah dilakukan yang namanya quality control (crossceck), sehingga hasilnya masih patut dipertanyakan.
Data yang bagus data adalah data yang sudah dilakukan quality control baik terhadap pelaku pengambil data maupun kepada pelaku penginput data karena yang namanya manusia, sangat rawan kesalahan.
Quality control terhadap pelaku pengambil data dilapangan dilakukan dengan cara mencari data pembanding dari orang lain yang mengambil data dari tps yang dijadikan sample terpilih. Tim quality control ini harusnya orang yang tidak dikenal oleh pelaku pengambil data agar benar-benar independen.
Kemudian data yang dihasilkan oleh pelaku pengambil data dilapangan akan diinput oleh tim entri data, data yang dihasilkan juga masih mungkin terjadi potensi kesalahan, maka dari itu harus dilakukan juga quality control terhadap data tersebut dengan cara melakukan sampling terhasil inputan data oleh tim yang bebeda, dengan cara ini diharapkan data yang dihasilkan bisa diminimalisir tingkat kesalahannya.
Harusnya ini yang dilakukan oleh para lembaga survey tersebut, kalo tidak ya patut diragukan validitas dari hasil tersebut. Karena survey ini melibatkan manusia yang masif, maka akan sangat mungkin terjadi human eror, maka itu terlalu sombong kalo mengatakan data yang dihasilkan pasti benar.... bahasa survey itu bahasa pendugaan, jadi bukan kebenaran mutlak, hasil yang benar adalah hasil penghitungan manual.
Saya meyakini, survey quick count yang dilakukan oleh para lembaga survey tersebut memang sudah diarahkan untuk memenangkan pihak tertentu, dengan hasil tersebut diharapkan akan terbangun opini di masyarakat bahwa sudah pasti pihak tertentu yang memenangkan pilpres.
Saya sangat yakin-seyakin yakinnya bahwa cara penentuan sampelnya sudah dimodifikasi sedimikian rupa untuk tujuan-tujuan tertentu. Sampel terpilih apabilah mengikuti kaidah statistik yang benar, maka kabupaten/kota dan tps terpilih akan tersebar pada wilayah yang sangat beragam diseluruh wilayah Indonesia, dan ini tentunya akan sangat menyulitkan lembaga survey untuk menyiapkan SDM yang cukup disemua TPS tersebut karena sebaran yang luas dan jumlah SDMnya yang sangat banyak dan juga tidak semua diwilayah tps terpilih tersebut punya jaringan sinyal handphone yang bagus, sehingga akan menyulitkan dalam pengiriman data.
Logika saya, satu tps, ya satu orang surveyor. Ini tidak mudah, karena saya sangat tidak yakin lembaga survey tersebut punya jaringan survey sampai ke pelosok desa yang terpencil. Punya jaringan survey di setiap kabupaten kota seluruh indonesia saja, saya tidak yakin apalagi kalo sampai ke pelosok desa, maka itu saya meyakini, bahwa kabupaten dan tps yang dijadikan sampel tersebut sudah dimodifikasi sedemikian rupa dengan tujuan tertentu, tujuannya bisa untuk menghemat biaya, memudahkan mencari sdm pelaku survey dilapangan, dan juga untuk memudahkan komunikasi dalam pengiriman sms data hasil survey.
Modifikasi ini masih bisa ditoleransi, kalo tujuannya hanya hal tersebut di atas, tapi kalo tujuan memodifikasi tersebut untuk tujuan tertentu, misalnya untuk dengan sengaja membangun opini untuk memenangkan salah satu capres, ya dengan mudah bisa saja dilakukan, misalnya untuk memenangkan pihak tertentu, maka dengan mudah tinggal pilih kabupaten/kota terpilih yang merupakan basis dukungan dari salah satu pihak, sehingan dengan sangat mungkin maka hasilnya akan mengarah kepada pihak terntu tersebut.
Ini sangat mungkin terjadi karena hampir semua lembaga survey tersebut sudah berafiliasi kepada pihak tertentu, maka independensinya wajib kita pertanyakan. Ini sungguh sangat jahat kalo ini yang mereka lakukan. Mereka dengan sengaja mengarahkan hasil survey ini untuk membangun opini di masyarakat, seolah-olah sudah sangat yakin bahwa pihak tertentu yang menang. Ini sangat berbahaya kalo hasilnya nanti berbeda dengan hasil hitungan manual KPU karena bisa menimbulkan konflik di akar rumput. Karena survey ini melibatkan pelakua survey yang masif dengan sebaran yang sangat luas, maka tidak ada yang akan bisa mengontrol hasilnya 100% adalah benar.
Adalah terlalu arogan dan sombong kalo ada yang mengklaim bahwa hasil surveynya pasti benar. Padahal dia hanya menerima data yang tersaji saja tanpa dia tahu 100% tingkat kepercayaan orang-orang yang melakukan pengambilan data-data dilapangan. Saya yang telah melakukan survey lebih dari 10 tahun saja tidak yakin.
Maka kalo ada yang mengatakan bahwa data hasil survey dari lembaga mereka pasti benar dan kalo hasil realcount KPU berbeda dengan hasil mereka maka KPU yang pasti salah, sungguh merupakan suatu pembodohan kepada masyarakat, patut diragukan intelektualitas mereka, mereka itu sudah keblinger, ya mungkin takut periuk nasinya akan habis, karena kalo mereka salah, maka habislah mereka, tidak akan ada lagi orang yang percaya.... kepada lembaga survey mereka.
Lembaga survey yang mengaku paling kredibel harus berani membuka datanya kepada publik, berani gak mereka membuka daftar nama tim survey dengan alamat ktp dan no hpnya, terus alamat sampel TPS yang dipilih... kalo ini berani mereka buka, saya angkat topi buat kejujuran mereka. Karena dengan dua hal dia atas kita akan bisa buktikan benar apa tidak SDM mereka ada sebanyak itu (sebanyak sampel yang mereka tentukan) dan benar tidak alamat tim survey tersebut sama dengan lokasi tps yang dipilih...dan dengan itu juga akan bisa kita buktikan apakah sebaran tps terpilihnya apa sudah sesuai dengan kaidah statistik apa tidak.... ayo berani ga..?