Menteri Pertanian Republik Indonesia Suswono mengatakan, lima komoditi pangan pokok dan strategis, beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi harus dapat dipenuhi sendiri di dalam negeri (swasembada), karena jika tergantung dari impor akan menyebabkan kerawanan pangan.
"Target swasembada bukanlah hal yang mustahil, kerena banyak potensi yang dapat dioptimalkan, seperti pemanfaatan lahan tidur, lahan marjinal dan dukungan teknologi yang memadai," ujarnya ketika Talk Show Inspiratif pada acara Rakernas IV Ikatan Mahasiswa Muslim Pertanian Indonesia (IMMPERTI) , di Convention Hall Unand, Kamis (21/8).
Suswono menjelaskan bahwa berdasarkan data yang diperoleh impor pangan Indonesia masih rendah, dan ini termasuk kategori swasembada, karena menurut FAO impor suatu Negara dibawah 10% masih aman dan termasuk katagori swasembada
Suswono juga menyampaikan dalam mempertahankan swasembada ini memang terdapat berbagai persolan, salah satunya luas kepemilikan lahan dan alih fungsi lahan.
Di Indonesia, lanjut Suswono, rata-rata luas kepemilikan lahan adalah 0,3 Ha/KK Tani (dengan ration 560 m2/petani) memang kecil dibandingakn dengan Thalilan yang mencapai 3 Ha/KK atau di Eropa mencapai 40 Ha/KK. Sedangkan alif fungsi lahan mencapai 60.000 Ha/tahun.
Untuk mengatasi persolan tersebut diatas dapat dicapai dengan penerapan Reforma Agraria dengan memberikan lahan kepada petani.
"Kementarian Pertanian telah melakukan cetak sawah baru yang akan diserahkan kepada petani. Pembagian lahan kepada petani dapat dilakukan dengan mengalihkan HGU dari bekas perusahan swasta besar dan dialihkan kepada petani dengan pola HGU juga, sehingga lahan pertanian dapat terjaga dan mencegah perjualbelian lahan," urainya.
Selain itu juga ada persoalan lain dalam mempertahakan swasembada yakni perubahan iklim global. Hal ini telah disiapkan antispasi melalui teknologi, seperti padati tahan genangan yaitu Impari dan padi tahan kekeringan jenis Impago
Sementara itu, dalam mencapai sawasembada daging pemerintah telah melakukan pengembangan sapi, kerbau dan jenis ternak lainnya.
"Masalah yang dihadapi adalah harga daging yang dipengaruhi oleh biaya transportasi. Sebagai ilustrasi dapat saya sampaikan bahwa biaya transportasi sapi dari NTB ke Jakarta lebih mahal dibandingkan dari Darwin Australia. Hal ini disebabkan oleh karena kita belum mempunyai kapal khusus pengangkut sapi," ungkapnya.
"Untuk mengatasi hal ini Kementarian pertanian telah berkoordinasi dan diharapkan tahun ini Kementarian Perhubungan menyiapkan kapal khusus untuk pengangkutan sapi," imbuhnya.[dm]