Sekitar tahun 1992, mungkin akan menjadi tahun yang penuh dengan penderitaan sekaligus paling terkenang dalam hidup pria satu ini. Saat itu, sang istri yang tengah hamil tua terpaksa melahirkan anak kedua di rumah biasa, bukan rumah bersalin seperti layaknya Ibu – ibu hamil lainnya. Fikri Faqih, begitulah nama pria yang saat ini duduk sebagai Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, tak menyangka bahwa keputusannya untuk bergabung dengan para aktivis tarbiyah mendapat penolakan yang sedemikian ekstrim. Hampir semua rumah bersalin di Slawi, Tegal, jawa Tengah menolak kelahiran putra kedua Fikri, Miqdad, dikarenakan hanya satu hal. Fikri dan keluarga waktu itu dicap pengikut aliran sesat, sehingga semua rumah bersalin menolak untuk membantu kelahiran sang istri.
Namun demikian setelah Fikri dan sang istri terus berjalan menggunakan Vespa, meminta pertolongan seseorang, pada akhirnya sang bayi pun lahir dengan selamat, berkat bantuan sekeluarga yang baik hati di daerah Pesayangan, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Itulah sekelumit kisah yang cukup menyedihkan bagi Fikri, dan para aktivis dakwah dimasa awal kelahiran dakwah. Mereka disebut oleh masyarakat sekitar sebagai aliran yang berbeda dan cenderung menyesatkan masyarakat.
Tahun 1990an, saat benih – benih dakwah ini mulai bersemi, tribulasi dan tantangan hebat memang langsung menghampiri jamaah ini. Cobaan berupa fitnah yang dahsyat pun sempat di alami oleh Fikri. Kajian – kajian yang sering dilakukan oleh jamaah Ulinuha Tegal yang menjadi satu – satunya lembaga resmi dakwah waktu itu, membuat masyarakat sekitar merasa asing dengan kebiasaan para jamaah Ulinuha. Itulah yang membuat jamaah ulinuha dan para kader didalamnya menerima fitnah yang luar biasa karena dianggap sesat. Dan bagi Fikri dan kawan – kawannya di generasi awal tarbiyah, hal tersebut tentu menjadi tantangan yang harus dihadapi. Berbekal keyakinan yang sepenuh hati, Fikri pun tetap pada komitmennya untuk terus berjuang bersama dakwah, hingga kini, dan selamanya.
Bergabung bersama generasi awal dakwah
A Fikri Faqih, pria yang saat ini mendapatkan amanah sebagai Ketua DPW PKS jawa Tengah, mungkin tak menyangka rintisan dakwah yang dulu ia rasakan bersama segelintir teman – temannya, saat ini berkembang sangat pesat, membuat Partai, ikut Pemilu, dan ikut berkontribusi dalam melayani masyarakat. Karakter organisatoris memang sangat melekat dalam diri seorang Fikri Faqih. Tercatat, sejak SMP dirinya sudah mulai aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII) Slawi Kabupaten Tegal. Bahkan saat memasuki masa SMA, Fikri sudah menduduki jabatan Ketua Pengurus Daerah (PD PII) pada tahun 1979. Dan semenjak itu pula sentuhan tarbiyah mulai ia rasakan, karena ia bersinggungan langsung dengan Zuber Safawi, yang saat ini menjabat sebagai Aleg DPR RI.
Hal yang paling menarik adalah saat Fikri mulai masuk di ranah kehidupan kampus, saat ia mengambil jurusan Pendidikan Teknik Elektro IKIP Negeri Semarang, (sekarang Unnes). Meski dia pada awalnya tak begitu aktif di PII, namun aktifitasnya yang berbau masjid masih terus ia lakukan. Menjadi pengurus Masjid Al – Huda Kampus IKIP Negeri Semarang, sampai yang paling mengesankan adalah ketika memperjuangkan hak – hak muslimah untuk berjilbab melalui gerakan Jilbab di sekolah.
Karena pada waktu itu memang pemerintah terutama instansi pendidikan sangat ekstrim memperlakukan aturan seputar jilbab. Dan bahkan sampai ada muslimah yang ketika ketahuan berjilbab, langsung dikeluarkan dari kelas. Untuk itu pada akhirnya Fikri bersama teman – teman masjidnya berjuang sekuat tenaga untuk mengadvokasi kaum jilbabers tersebut. Dan pada akhirnya setelah berjuang dengan segala cara, muslimah pun dapat menikmati kebebasannya dalam menutup aurat dengan jilbab.
Setelah sempat tidak aktif di PII, Fikri kemudian kembali ke organisasi ini dan langsung menjabat sebagai Wakil ketua Pengurus Wilayah (PW PII) untuk periode 1983 -1986 bersama koleganya Ikhsan Mudzakir. Keaktifannya kembali di PII inilah yang menjadi cikal bakal pertemuannya dengan Mutamimul ‘Ula, perintis dakwah Jawa Tengah, hingga akhirnya prosesi rekrutmen tarbiyah pun terjadi. Pada waktu itu tahun 1986, sejak kuliahnya usai, ia dihubungi Mutamimul ‘Ula untuk mengikuti Dauroh Rekrutmen Tarbiyah, dan pada akhirnya ia resmi ikut halaqoh yang dibina langsung oleh Mutamimul ‘Ula. Fikri ikut liqo bersama Kamal fauzi, Jatmiko (sekarang Ketua Partai Bulan Bintang), Ferry Firman, Abdul Wakhid, dan Zuber Safawi.
Selain ikut halaqoh tarbiyah, Fikri juga ditarik untuk membantu mengajar di STM Muhammadiyah Slawi, dan dijadikan kepala sekolah STM mengingat waktu itu sekolah ini baru rintisan. Karena posisi Fikri yang menjadi kepala Sekolah inilah, Fikri juga bisa mengajak para guru di Sekolah untuk ikut mengaji. Namun demikian, awal tahun 1990an, Fikri dan teman – temannya mulai dicurigai sebagai ajaran sesat. Sampai kemudian terdengar istilah untuk para aktivis dakwah ini dijuluki kaum sujud nglabruk dan injak – injak kaki. Hal itu juga karena diakibatkan pada waktu itu para aktivis dakwah ini berbeda dalam penetapan Hari raya. Hari Raya pemerintah hari Kamis, sementara jamah dakwah yang tergabung dalam Mahad Ulinuha ini ber idul Fitri pada hari Selasa. Hal ini juga yang mengakibatkan masyarakat sekitar memberikan cap aliran sesat kepada jamaah Mahad Ulinuha yang berisikan para generasi awal tarbiyah. Sehingga selain kelahiran anak keduanya ditolak karenan tuduhan semacam ini, Fikri diturunkan jabatannya menjadi Guru Biasa, bukan lagi sebagai Kepala STM Muhammadiyah. Namun demikian hal tersebut tak menyurutkan langkah Fikri untuk selalu istiqomah di dalam dakwah.
Setelah menikah pada tahun 1990, Fikri kemudian mendapatkan amanah dakwah menjadi Ketua Dewan Pembina Mahad Ulinuha. Amanh baru menjadika Fikri semakin semangat untuk memperkarya wawasan di bidang dakwah dan tarbiyah. Hal itu dilakukan dengan mengikuti liqo tansiqi yang diselenggarakan di Yogyakarta, Surakarta, Tegal, dan Jawa Timur. Hal itu terus dilakukan Fikri dan teman – teman seangkatannya seperti kamal Fauzi, Muhammad Haris, dan teman – temannya yang lain sampai menjelang awal berdirinya Partai keadilan (PK) yang kelak menjadi organisasi resmi para aktivis dakwah pada tahun 1998.
Menjelang diputuskannya deklarasi pembentukan PK, seluruh aktivis dakwah di Indonesia melakukan pemungutan suara meminta jajak pendapat kader – kader di daerah, terkait memilih Ormas atau Parpol. Fikri yang waktu itu juga memiliki hak suara termasuk yang memilih pembentukan Ormas daripada Partai. Akan tetapi karena suara terbanyak adalah Partai, maka diputuskanlah pembentukan PK, yang di deklarasikan di Masjid Sunda Kelapa, Depok. Di Jawa tengah ada Jamaah yang mewakili aktivis dakwah dari wilayah, yakni Jamaah Ulinnuha di eks-Karesidenan Pekalongan, Jamaah Qolbun Salim yang mewakili eks karesidenan Surakarta. Setelah PK berdiri, Partai ini lalu berhak mengikuti Pemilu pertama kali pasca reformasi, yaitu tahun 1999.
Fikri Faqih yang pada Pemilu 1999 masih menjabat sebagai Guru PNS di SMK Muhammadiyah Slawi, menghadapi peraturan baru, yaitu PP No 5/12/1999 tentang PNS yang tidak diperbolehkan menjadi anggota Partai Politik. Padahal waktu itu Fikri diminta untuk menjadi Calon Anggota Legislatif (Caleg) Kabupaten Tegal. Pada akhirnya setelah konsultasi dengan keluarga, murobbi, dan para koleganya, Fikri melepas jabatannya sebagai guru dan lebih memilih terjun ke Partai Politik PK yang dia besarkan bersama teman – temannya para aktivis dakwah. Singkat cerita, Fikri Faqih pada akhirnya terpilih menjadi Anggota Legislatif DPRD Kabupaten Tegal pada tahun 1999.
Guru Teladan
Peraturan Pemerintah (PP) No 5/12/1999 tentang PNS yang tidak diperbolehkan menjadi anggota Partai Politik rupanya membuat bimbang sosok Fikri faqih. Dia harus memilih tetap menjadi PNS atau melepasnya agar bisa bergabung menjadi Anggota Partai keadilan (PK). Setelah berkonsultasi dengan keluarga, akhirnya Fikri memilih untuk bergabung dengan PK. Padahal kalau dikalkulasi dari tingkat kesejahteraan, menjadi guru pada waktu itu memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari sekedar Anggota DPRD. Pada tahun itu, 1999, Gaji PNS adalah 710.000, selisih 100.000 dari gaji DPRD yang hanya memiliki gaji 610.000.
Namun bagi Fikri, hal tersebut tergantung motivasinya, dan dia lebih memiliki motivasi untuk terjun dalam dunia politik, melayani masyarakat, dan pelan – pelan memperbaiki bangsa yang sedang dalam masa transisi. Oleh karena itu dengan tekad bulat dan dukungan penuh dari pihak keluarga, kerabat, dan para aktivis dakwah di seluruh Jawa Tengah, Fikri Faqih maju menjadi Caleg DPRD Kabupaten Tegal periode `1999-2004. Pada akhirnya Fikri terpilih menjadi Anggota DPRD Partai keadilan.
Walaupun sudah melepaskan jabatannya sebagai PNS, kontribusi Fikri dan prestasi di dunia pendidikan sungguh luar biasa. Fikri pernah menjadi Guru teladan ketiga dan satu –satunya dari Sekolah Swasta yang meraih kategori ini. Kategori guru teladabn ini ia dapatkan setelah dirinya aktif menjadi Juri dalam Lomba Karya Ilmiah remaja (KIR) yang diselenggarakan di skeolah – sekolah Tegal. Selain itu, Fikri juga aktif menulis di berbagai media massa, sehingga hal tersebut menjadikan diirnya Guru Teladan Kabupaten Tegal.
Menjadi Qiyadhah Dakwah Jawa Tengah
Fikri Faqih seperti ditakdirkan terlahirkan menjadi juru selamat dan kader dakwah yang membawa kebermanfaatan bagi ummat. Hal itu tak lepas dari perannya yang sangat sentral untuk Partai dakwah yang ia rintis sejak awal tahun 1990an sampai akhirnya menjadi besar dengan gerbong Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tercatat setelah dirinya terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Tegal, amanah struktural pun menghampirinya. Tahun 1999 diamanahi sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) PKS Kabupaten Tegal. Kemudian pada tahun 2000- 2004, Fikri diberikan amanah sebagai Ketua Daerah Dakwah Lima (Dadali) Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS Jawa Tengah. Setelah sukses merintis dakwah dan membangun di daerah dakwah lima, Fikri kemudian diamanahi sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Wilayah (MPW) PKS Jawa Tengah, terhitung sejak tahun 2004 – 2009.
Seiring pergantian pengurus di DPW, Fikri kemudian melanjutkan kiprahnya dalam Partai Dakwah dengan menjadi Ketua DPW PKS Jateng untuk periode 2010 – 2015. Tentu berbagai bekal dan pengalaman Fikri selama ini menjadi modal baginya untuk menjadi qiyadhah dakwah Jawa Tengah, mengkorrdinasikan DPD – DPD se-jawa tengah dalam mengemban amanah dakwah.
Sang Qiyadhah pelayan rakyat
Selain menjadi sosok qiyadhah atau pemimpin bagi PKS Jawa Tengah, Abdul Fikri Faqih juga sejak awal berdirinya Partai langsung berkecimpung dalam kontribusi kepada masyarakat. Hal itu dilakukannya sejak dia menjadi Anggota DPRD PK Kabupaten Tegal. Ia adalah satu – satunya Aleg dari PK waktu itu yang langsung menjabat sebagai Sekretaris Fraksi PPK (Persatuan Pembangunan dan Keadilan), karena waktu itu PK bergabung dengan PPP di DPRD Kabupaten Tegal. Berada Komisi A yang membidangi masalah Pemerintahan. Fikri dianggap pas oleh koleganya sesama anggota DPRD lainnya menjadi sekretaris Komisi karena pengalaman Fikri yang memang pernah menjadi organisatoris saat masih kuliah, yakni di PII.
Setelah selesai menjadi Aleg DPRD Kabupaten, sesuai hasil keputusan Syuro, Fikri dicalonkan menjadi Aleg Provinsi dari Dapil 10, dan pada akhirnya bersama 7 orang rekannya, yakni Agus Abdul Latif, Kamal Fauzi, Aisyah Dahlan, Mahmud Mahfudz, Muhammad Haris, dan Sukoco terpilih menjadi aleg Provinsi Jawa Tengah dari PKS. Dan dikarenakan pengalamannya pernah sebagai Aleg, Fikri kemudian didaulat untuk menjadi Ketua Fraksi PKS, sampai 2009. Selain jadi Ketua Fraksi, Fikri juga menjabat sebagai Koordinator Aleg PKS se-Jawa tengah. Dan seringkali Fikri menyelenggarakan agenda pertemuan bersama dengan Aleg PKS se-jateng.
Tahun 2009, untuk kedua kalinya Fikri Faqih dipercaya masyarakat di Dapil 10 menjadi Aleg Provinsi untuk kedua kalinya, kali ini, dia pun langsung mendapatkan amanah sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah, untuk masa bakti 2009 – 2014. Dengan demikian Fikri menjadi wakil rakyat sejak tahun 1999 sampai 2014, atau kurang lebih sekitar 14 tahun. Tentu waktu yang sangat lama untuk bisa berkontribusi dengan masyarakat, dan lebih dekat dengan rakyat jawa Tengah.
Pejabat yang sederhana
Meskipun jabatannya saat ini adalah sebagai seorang Wakil Ketua DPRD Provinsi dan juga Ketua DPW PKS Jawa Tengah, hal tersebut tidak merubah wataknya yang selalu ingin tampil sederhana. Hal itu dibuktikan ketika awal – awal Fikri datang ke Semarang, dia langsung taat asas dengan berdomisili di Semarang. Karena memang waktu itu sesuai UU Tahun 2004 tentang SUSDUK, menyatakan bahwa Aleg Provinsi harus berdomisili di Ibukota Provinsi. itulah yang pada akhirnya membuat Fikri harus berdomisili di Semarang. Tepatnya waktu itu dengan mengontrak di Jalan Menteri Supeno Semarang.
Walaupun kemudian pada tahun 2006 sudah memiliki rumah sendiri di kawasan palebon, Semarang, hal itu tak mengubah kesederhanaan dalam sikap dan perilakunya. Ia pun mengajarkan kepada anak – anaknya untuk selalu hidup dalam kesederhanaan. Ia memberikan pembelajaran kepada anak – anaknya bahwa seseorang harus selalu siap dengan segala kondisi yang ada. Kadang berada diatas, dan juga di bawah.
Fikri juga selalu berpedoman bahwa setiap kader dakwah harus siap dengan segala kondisi yang ada. Bahasa yang ia gunakan adalah sam’an wa tho’atan. Siap ditunjuk kapanpun untuk mengemban amanah dakwah, akan tetapi disatu waktu yang lainnya, juga harus siap ketika tidak dijadikan apa – ada dalam dakwah ini. Yang terpenting dari semua itu menurut Fikri adalah bahwa jadikan setiap aktivitas ini bernilai dengan dakwah, fokus dengan dakwah, insyaallah hasilnya akan dicapai ketika ikhlas menerimanya.
Kini Fikri terpilih menjadi salah satu dari empat wakil rakyat dari Jateng yang duduk di Senayan. Fikri pun siap melaksanakan amanah rakyat, menjadi pelayan masyarakat Indonesia.[dm/pksjateng]