Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana |
Kelangkaan BBM yang kemudian diikuti dengan kenaikan harga berpengaruh ke banyak sektor. Salah satunya sektor kelistrikan. Kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik) dikarenakan masih banyaknya pembangkit listrik berbahan bakar minyak bumi.
Untuk mengatasi persoalan energi tersebut, hari ini DPR mengesahkan UU Panas Bumi (Geothermal) yang diharapkan dapat menjadi energi alternatif bagi rakyat Indonesia. UU Panas Bumi ini merupakan revisi sekaligus pengganti UU terdahulu (UU 27 th 2003). UU ini menegaskan bahwa kegiatan eksplorasi Panas Bumi bukanlah bagian dari pertambangan.
Selama ini, eksplorasi panas bumi terganjal perizinan dari Departemen Kehutanan karena sebagian besar lokasi eksplorasi berada di hutan. Potensi panas bumi yang dimiliki Indonesia diperkirakan 29.000 MW namun baru termanfaatkan sekitar 1.300 MW. "Dengan tidak lagi masuk kategori pertambangan, panas bumi bisa dioptimalisasi di wilayah konservasi," tutur Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rida Mulyana
Penggunaan energi terbarukan ini diharap dapat menekan penggunaan BBM dan mempermurah harga listrik karena berdasarkan dokumen Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, harga patokan tertinggi panas bumi berkisar US$ 11,5-29,6 sen per kWh pada kurun waktu 2014-2025. Harga listrik tersebut terbagi menjadi tiga wilayah, yakni wilayah satu mencakup Sumatera, Jawa, dan Bali. Lalu wilayah dua, yakni Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan Kalimantan. Adapun wilayah III A berada di antara wilayah satu dan dua, tetapi sistem transmisi terisolasi dan sebagian besar pemenuhan kebutuhan listrik diperoleh dari pembangkit berbahan bakar minyak.(fs)