Kesepakatan Pemerintah dan DPR yang memberikan perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN 2015) dari 5,6% (saat diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 15 Agustus 2014) menjadi 5,8%, dan nilai tukar rupiah ditetapkan pada Rp11.900/dollar AS, pada Rabu, 3 September 2014, disambut baik Prof. Firmanzah, Ph.D.
Meskipun jauh lebih tinggi dari yang diusulkan pemerintah, Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan itu berharap dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5.8 persen maka penciptaan lapangan usaha dan kerja dapat semakin menekan jumlah penganggur dan kemiskinan di Indonesia.
“Bagi pemerintahan baru dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tantangan untuk mewujudkan target pembangunan 5.8 persen untuk tahun 2015 akan semakin kompleks dan tidak sederhana. Sehingga membutuhkan ekstra kerja bagi kita semua untuk dapat mengejar target pertumbuhan ekonomi seperti yang diharapkan di tahun depan,” ungkap Firmanzah di kantornya, pagi tadi, Senin, 8 September 2014.
Secara umum, kondisi perekonomian dunia sedang berguncang. Sehingga, pengambilan kebijakan ekonomi Indonesia pun harus ekstra hati-hati.
Terkait rencana penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang akan dilakukan oleh pemerintah baru, Prof Firmanzah mengingatkan pentingnya kesiapan tim pengendalian inflasi agar dampak kebijakan ini terhadap inflasi dapat dikelola secara baik.
Menurut Firmanzah, kebijakan penyesuaian harga BBM juga akan memberikan tekanan terhadap daya beli masyarakat akibat kenaikan harga pasca penyesuaian. Karena itu, lanjut Firmanzah, program-program khusus untuk menjaga agar daya beli masyarakat, utamanya kelompok menengah ke bawah dan miskin juga sangat dibutuhkan.
Firmanzah mengingatkan, menjaga daya beli domestik tetap terjaga sangat diperlukan mengingat tidak kurang 56 persen PDB nasional dikontribusikan oleh sektor konsumsi domestik.
“Terganggunya sektor ini di saat ekonomi global mengalami tekanan yang besar dikhawatirkan membuat realisasi pertumbuhan ekonomi tahun depan tidak sebesar yang disepakati oleh pemerintah dan DPR RI saat ini,” tutup Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan itu. (fs)